A. Pendahuluan.
Tidaklah berlebihan jika beberapa komponen masyarakat bergembira
terlebih kalangan guru dengan disyahkannya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen (UUGD). Karena undang-undang tersebut memberi gambaran arah paradigma
baru dunia pendidikan. Bagi guru, memberi perhatian dan perlindungan khusus terhadap
mutu dan kesejahteraannya. Sehingga kelak seolah tidak lagi seperti yang di
analogikan Iwan Fals sebagai “Umar Bakri”. Dalam dunia pendidikan bahwa
pertimbangan disyahkannya undang-undang tersebut untuk peningkatan mutu guru
demi menjamin peningkatan mutu pendidikan. Harapan peningkatan mutu dan
kesejahteraan guru inilah yang membuat orang berharap akan peningkatan mutu
pendidikan melalui UUGD tersebut.
Perlu dipahami bahwa undang-undang tersebut bukanlah semata-mata
memberikan kesejahteraan bagi guru. Pasal 16 menyebutkan bahwa guru yang
memiliki sertifikat pendidiklah yang berhak mendapat tunjangan profesi sebesar
satu kali gaji pokok. Selain itu, UUGD merupakan bagian dari kebijakan
pendidikan secara utuh. Tujuan akhir dari UUGD adalah untuk meningkatkan mutu
pendidikan, bukan berhenti pada peningkatan kesejahteraan guru. Mutu dan
kesejahteraan guru meningkat, dengan harapan mutu pendidikan juga meningkat.
Oleh karena itu, UUGD bermaksud menjamin peningkatan mutu guru sekaligus
meningkatkan mutu pendidikan.
Peningkatan mutu guru yang diamanatkan UUGD, dilakukan melalui
proses sertifikasi. Proses sertifikasi merupakan jaminan terhadap komponen
kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajar. Pasal 8 UUGD
mensyaratkan guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompotensi yang
dipersyaratkan. Setelah persyaratan kualifikasi dan kompetensi dipenuhi barulah
diberikan sertifikat pendidik yang disebut guru profesional, dan melekat
didalamnya tunjangan profesi.
B. Kulifikasi Akademik.
Syarat menjadi guru profesional menurut perspektif UUGD adalah harus
memiliki kualifikasi akademik yang sesuai, ini merupakan syarat utama.
Kulifikasi akademik guru untuk satuan pendidikan TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, dan
SMA/SMK/MA adalah minimal S1/D.IV sesuai dengan bidang tugas yang diampu guru
yang bersangkutan. Guru TK harus memiliki kualifikasi akademik S1 PGTK, Guru SD
harus memiliki kualifikasi akademik S1 PGSD, guru bidang studi di SMP harus
memiliki kualifikasi akademik S1 sesuai dengan bidang tugas yang diampunya.
Begitu seterusnya sesuai dengan jenjang, jenis, dan bidang tugas yang diampu
guru untuk sampai pada kualifikasi akademik yang berpredikat profesional.
Namun, tidak jarang guru yang masih memiliki kualifikasi akademik tidak
sesuai dengan bidang tugas yang diampu. Misal: sarjana agama mengampu mata
pelajaran olahraga/penjaskes, sarjana ekonomi mengampu mata pelajaran Biologi,
dan yang lebih parah lagi adalah lulusan SD mengajar SD (sumber: guru terpencil
pada Pilgupres Nasional 2005). Permasalahan ini tentunya merupakan buah dari
kurangnya perhatian kita terhadap kualitas pendidikan selama ini. Kita masih
bergelut dan berpatokan pada kuantitas semata, padahal tidak selamanya
kuantitas menjamin kelangsungan dan kelanggengan dalam mencapai tujuan. Uang
banyak belum tentu menjamin pendidikan bermutu, akan tetapi pendidikan bermutulah
yang dapat menjamin uang banyak.
Oleh karena itu, pendidikan merupakan lembaga formal yang diyakini
untuk membentuk manusia bermutu, kita harus bergerak hari ini dan dari sekarang
menata kembali kualifikasi akademik baik secara mandiri maupun secara
organisasi.
Sebagi seorang pendidik, kita bisa memberikan pendidikan yang baik
sangat ditentukan oleh pendidikan yang kita miliki. Pendidikan yang kita miliki
dalam arti luas yaitu menyangkut kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Melalui empat kompetensi dasar
inilah diharapkan dapat mendorong percepatan pencapaian tujuan pendidikan
secara umum, dan tujuan pembelajaran secara lebih khusus.
C. Kompetensi Dasar Guru.
Kompotensi guru sebagaimana dijabarkan
pada pasal 10 ayat 1 adalah menyangkut kompetensi pedagogik, kompetensi
keperibadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi
paedagogik menyangkut kemampuan mengelola pembelajaran. Kompetensi keperibadian
menyangkut kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, berwibawa, dan
menjadi teladan bagi peserta didik. Kompetensi profesi menyangkut penguasaan
materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi sosial menyangkut
kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi dengan peserta didik, sesama
guru, wali murid dan masyarakat. Unsur-unsur kompetensi inilah yang menjadi
tolok ukur yang harus dimiliki guru untuk menjadi guru profesional menurut perspektif UUGD.
Komponen-komponen kompetensi dasar guru
sebagaimana termuat dalam UUGD tersebut bukanlah hal yang mudah untuk dimiliki
guru. Akan tetapi memerlukan pemikiran, latihan, kerja keras, dan loyalitas
yang tinggi dalam mengemban tugas profesinya sebagai pendidik. Apabila komponen-komponen
tersebut harus dimiliki oleh guru, sangat wajar sekali bila diberi tunjangan
profesi setara dengan satu kali gaji pokok. Proses sertifikasi tentunya dilakukan dengan
mekanisme penilaian yang komprehensif. Sebab jika
dikaitkan dengan pertimbangan disyahkannya UUGD tidak terlepas dari peningkatan
mutu pendidikan melalui pelaksanaan pembelajaran. Dengan tujuan mutu dan
kesejahteraan guru meningkat, membawa dampak pada peningkatan mutu pembelajaran.
1.
Kompetensi Pedagogik.
Kompetensi paedagogik sebagaimana diuraikan di atas menyangkut
kemampuan mengelola pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran yang dimaksudkan
tidak terlepas dari tugas pokok yang harus dikerjakan guru. Tugas-tugas
tersebut menyangkut: Merencanakan Pembelajaran, Melaksanakan Pembelajaran, dan Menilai
Hasil Pembelajaran. Selain tugas pokok dalam pengelolaan pembelajaran, guru
juga melakukan Bimbingan dan latihan pada kegiatan intrakurikuler, Bimbingan
dan latihan dalam kegiatan ekstrakurikuler, serta Melaksanakan Tugas Tambahan
yang dimanahkan oleh lembaga pendidikan.
Merencanakan Pembelajaran yang dimaksudkan menyangkut penyusunan
silabus, RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), dan perancangan media dan alat
pembelajaran yang akan digunakan. Kesemuanya itu bertujuan untuk memberikan
kemudahan bagi peserta didik untuk belajar dan mempelajari berbagai kompetensi
yang harus dikuasinya. Kata kunci perancangan pembelajaran (Perencanaan
pembelajaran) adalah berorientasi pada kemajuan belajar peserta didik. Bukan
sekedar memenuhi tuntutan pengawas atau pengelola satuan pendidikan.
Melaksanakan Pembelajaran berkaitan dengan proses tatap muka yang
dilakukan oleh seorang guru di kelas secara luas. Sedikitnya dalam kegiatan
pelaksanaan pembelajaran, guru melakukan kegiatan awal pembelajaran, kegiatan
inti, dan kegiatan menutup pembelajaran. Kesemuanya inilah yang disebut dengan
Proses Belajar Mengajar (PBM). Prose Belajar Mengajar diharapkan dapat memberikan cara terbaik untuk mendapatkan
berbagai konsep yang dipelajari di dalam mata pelajaran tertentu, sehingga peserta
didik dapat mengingat konsep lebih lama, dan menggunakan konsep dalam
kehidupannya.
Konsekuensi dari proses
pembelajaran adalah untuk keluar dari berbagai permasalahan belajar peserta
didik. Bagaimana menemukan cara terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang
diajarkan di dalam mata pelajaran tertentu, sehingga semua siswa dapat menggunakan
dan mengingatnya lebih lama konsep tersebut. Bagaimana setiap individual mata
pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling berhubungan dan membentuk satu
pemahaman yang utuh. Bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif
dengan siswanya yang selalu bertanya-tanya tentang alasan dari sesuatu, arti
dari sesuatu, dan hubungan dari apa yang mereka pelajari. Bagaimana guru dapat
membuka wawasan berpikir yang beragam dari siswa, sehingga mereka dapat
mempelajari berbagai konsep dan mampu mengkaitkannya dengan kehidupan nyata,
sehingga dapat membuka berbagai pintu kesempatan selama hidupnya.
“Tantangan yang dihadapi oleh guru setiap
hari dan merupakan tantangan bagi pengembang kurikulum dan pembelajaran”.
Pengalaman belajar menunjukkan bahwa
minat dan prestasi siswa dalam bidang Matematika, Sains, dan Bahasa meningkat
secara drastis pada saat: Mereka dibantu untuk membangun keterkaitan antara
informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah
mereka miliki atau mereka kuasai. Mereka diajarkan bagaimana mereka mempelajari
konsep, dan bagaimana konsep tersebut dapat dipergunakan di luar kelas. Dalam
kaitan tersebut, PBM yang dikembangkan saat ini adalah PAKEM (Pembelajaran
Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).
Mengapa PAKEM? Karena asumsi
belajar adalah proses individual, proses sosial, menyenangkan, tak pernah
berhenti, dan membangun makna. perubahan paradigma baru pendidikan dari Mengajar
ke Pembelajaran (teaching-learning), dan dari Penilaian ke Perbaikan terus-menerus
(Continous improvement). Proses pembelajaran yang dirancang agar mengaktifkan
anak, mengembangkan kreativitas sehingga efektif namun tetap menyenangkan. Menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif/bermakna yang mampu memberikan siswa
keterampilan, pengetahuan, dan sikap untuk hidup.
CIRI-CIRI pmbelajaran yang baik
adalah: Multi metode, Multi media, Praktik dan bekerja dalam Tim, Memanfaatkan
lingkungan sekolah, dan Multi Aspek (Logika, Kinestik, Estetika, Etika). Melatih
kebiasaan yang mengarah pada 6 K (Kebersihan, keindahan, kerindangan, ketertiban,
keamanan, kekeluargaan). Suasana belajar dan pembelajaran hendaknya menyenangkan,
mengasyikan, mencerdaskan, dan menguatkan.
2. Kompetensi Kepribadian.
Kompetensi keperibadian menyangkut kepribadian yang mantap,
berakhlak mulia, arif, berwibawa, dan menjadi teladan bagi peserta didik. Pendidikan
dipahami sebagai suatu organisasi yang esensinya adalah mendidik. Segala
perilaku di dalamnya merupakan kegiatan yang menyangkut pembentukan karakter.
Perubahan perilaku ke arah yang lebih baik merupakan tugas utama organisasi
pendidikan. Intinya adalah personil pendidikan harus mampu menjadi teladan bagi
para pengikutnya.
Salah satu sudut pandang yang dianggap paling representatip saat ini
ialah karakter berbasis kecerdasan. Pandangan ini mengatakan bahwa karakter
paling tidak terdiri dari integritas (keutuhan) tiga kecerdasan, antara lain
kecerdasan intlektual (IQ), emosional (EQ), dan spritual (SQ). Selama ini,
kajian ilmu pendidikan lebih diarahkan pada pembentukan kecerdasan intlektual,
khususnya dalam pembelajaran. Kecerdasan lain, dianggap sebagai nurturant
effect. Prinsip seperti ini dianggap keliru. Pembalajaran harus mampu
secara simultan membangun ketiganya (Manullang, 2005).
Objek formal ilmu pendidikan adalah pembentukan kepribadian atau
karakter (character building). Kepribadian berupa sifat-sifat yang
dimiliki seseorang, sedangkan karakter adalah sifat-sifat yang diukur dengan
norma yang berlaku atau lebih bersifat normatif. Pendidikan sebagai pembentukan
karakter berarti mengacu kepada prinsip kebenaran perilaku sesuai dengan norma
dan aturan yang berlaku di masyarakat.
3. Kompetensi Profesi.
Kompetensi profesi menyangkut penguasaan materi pelajaran secara
luas dan mendalam. Sebagai tenaga pendidik dalam bidang tertentu sudah
merupakan kewajiban untuk menguasai materi yang menyangkut bidang tugas yang
diampu. Apabila seorang guru tidak menguasai materi secara luas dan mendalam,
bagaimana mungkin mampu memahami persoalan pembelajaran yang dihadapi di
sekolah.
Oleh karena itu, untuk menjadi profesional dalam bidang tugas yang
diampu harus mempelajari perkembangan pengetahuan yang berkaitan dengan hal
tersebut. Ilmu berkembang dalam hitungan detik yang harus kita telusuri dan
ikuti perkembangannya. Kata kunci dari pengembangan kompetensi profesi adalah
minimal membaca dan memahami sejumlah buku-buku yang berkaitan dengan materi
pelajaran yang diampu jika tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan dan
mengikuti pelatihan. Persoalan yang paling mendasar sekarang adalah minimnya
pendidikan atau pelatihan yang kita ikuti ditambah lagi kurangnya minat baca di
kalangan guru dan tenaga kependidikan. Berapa judul buku yang bisa anda baca
dalam seminggu yang berkaitan dengan materi pelajaran yang diampu? Silahkan
jawab sendiri dan simpulkan sendiri.
4. Kompetensi Sosial.
Kemampuan berkomunikasi dengan baik merupakan salah satu penentu
keberhasilan seseorang dalam kehidupan.Kompetensi sosial menyangkut kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi
dengan peserta didik, sesama guru, wali murid dan masyarakat. Komunikasi dan
interaksi yang diharapkan muncul antara guru dengan siswa berkaitan dengan
interaksi yang akrab dan bersahabat. Dengan demikian diharapkan siswa/peserta
didik memiki keterbukaan dengan gurunya.
Banyak permasalahan belajar yang dihadapi
setiap orang, namun sedikit sekali orang yang mau memahami permasalahan belajar
yang dihadapi orang lain. Akibatnya, permasalahan dihadapi sendiri, dijawab
sendiri, diselesaikan sendiri, dan hasilnya juga dirasakan sendiri. Padahal,
permasalahan berat akan terasa ringan jika dipikul bersama-sama dan
diselesaikan bersama-sama. Oleh karena itu, kita harus mampu menciptakan
kerja sama guru sebagai Team work
yang kuat seperti istilah ”sapu lidi”.
Indikator-indikator intelektual,
emosional, dan spritual menjadi salah satu tolok ukur dalam keberhasilan
pendidikan. Indikator tersebut setidaknya menyangkut permasalahan kompetensi
sosial menyangkut logis, rasional dalam membangun hubungan interaksi dalam
dunia persekolahan. Memahami perasaan, kemampuan menyesuaikan diri,
kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat. Kasih sayang, kesabaran,
kejujuran, kerjasama, rasa humor, dan tanggung jawab. Hal inilah yang sangat
penting dalam menciptakan iklim sosial dalam penyelenggaraan pendidikan dan
pembelajaran.
D. Kesimpulan dan Penutup.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa syarat menjadi guru profesional dalam perspektif pembelajaran kita harus
bergerak hari ini dan dari sekarang menata kembali kualifikasi akademik baik
secara mandiri maupun secara organisasi. Hal ini sejalan dengan seruan Allah
SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Mujadilah ayat 11 yang mendorong
kita untuk meningkatkan dan menyesuaikan kualifikasi akademik. Kompotensi
guru sebagaimana dijabarkan pada pasal 10 ayat 1 adalah menyangkut kompetensi
pedagogik, kompetensi keperibadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional.
Kompetensi paedagogik menyangkut kemampuan
mengelola pembelajaran. Kompetensi keperibadian menyangkut kepribadian yang
mantap, berakhlak mulia, arif, berwibawa, dan menjadi teladan bagi peserta
didik. Kompetensi profesi menyangkut penguasaan materi pelajaran secara luas
dan mendalam. Kompetensi sosial menyangkut kemampuan guru berkomunikasi dan
berinteraksi dengan peserta didik, sesama guru, wali murid dan masyarakat.
CIRI-CIRI
pmbelajaran yang baik adalah: Multi metode, Multi media, Praktik dan bekerja
dalam Tim, Memanfaatkan lingkungan sekolah, dan Multi Aspek (Logika, Kinestik,
Estetika, Etika). Melatih kebiasaan yang mengarah pada 6 K (Kebersihan,
keindahan, kerindangan, ketertiban, keamanan, kekeluargaan). Suasana belajar
dan pembelajaran hendaknya menyenangkan, mengasyikan, mencerdaskan, dan
menguatkan.
Semoga kita semua menjadi guru
profesional, dapat meningkatkan mutu pembelajaran, yang pada akhirnya berdampak
pada peningkatan mutu pendidikan. Amin.