Thursday, 8 December 2011

PENDEKATAN HUKUM DAN MORALITAS DALAM MEMBANGUN MENTALITAS BANGSA

Oleh: TIKWAN SIREGAR (Disampaikan Pada Orasi Ilmiah Wisuda Sarjana XVI Mahasiswa STAI-Serdang Lubuk Pakam) Pada tanggal, 31 Oktober 2009 PENDAHULUAN Sejarah peradaban manusia menunjukkan bukti-bukti nyata akan pentingnya moralitas dan mentalitas dalam mewujudkan perdamaian, kebahagiaan, serta keharmonisan sosial masyarakat dunia. Semua agama, hukum negara atau berbagai jenis idealisme telah menyuarakan berbagai sistem dan konsep untuk terwujudnya perdamaian dunia yang dicita-citakan. Akan tetapi, belum pernah dunia betul-betul terbebas dari konflik dan ketidak-harmonisan. Padahal, tidak pernah manusia merasa tidak membutuhkan kedamaian dan persahabat atau hubungan baik yang hakiki itu. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa, hanya melalui etika moral dan mentalitas yang kokohlah dapat mewujudkannya. Manusia tidak bisa hidup tanpa terpenuhinya kebutuhan yang relative semu itu. Di lain sisi ia tidak akan pernah merasakan kedamaian dan kebahagian tanpa integrasi antara kebutuhan yang semu dengan nilai-nilai moralitas dan mentalitas yang baik. Pada aspek moralitas dan mentalitas, tampak bahwa Al-Qur’an pun menekankan adanya kesatuan yang utuh dan padu antara aqidah syariah dan akhlak/moral. Akhlak moral bukanlah suatu hal yang berdiri sendiri atau terpisah dalam ajaran Al-Qur’an, dari yang lain. Karenanya, aqidah yang benar itu apabila akan menghasilkan ibadah yang benar pula. Tidaklah ada artinya ibadah yang benar apabila tidak menghasilkan moral yang terpuji (akhlaqul karimah). Begitu juga apabila tidak berasaskan aqidah dan syari’at, bukanlah moral yang sebenarnya. Maka, akhlak adalah pemahaman praktis dari ibadah, dan ibadah adalah pelaksanaan konkrit dari aqidah. Dengan demikian, perpaduan antara moralitas yang benar dan mentalitas yang baik merupakan inti ulasan dalam orasi ini. HUKUM DALAM MORAL Telah cukup banyak konvensi-konvensi international melingkupi dan mewadahi berbagai aturan-aturan dari hukum moralitas. Setidaknya hal tersebut telah cukup menunjukkan perspektif penolakan dengan tegas kekerasan-kekerasan dalam segala bentuknya. Dengan harapan bahwa negara-negara di dunia dapat menunjukan kepatuhannya pada konvensi-konvensi yang telah disepakati. Akan tetapi, tidak jarang konvensi-konvensi hukum moralitas yang telah disepakati dilanggar begitu saja. Pertanyaan yang muncul adalah seberapa jauh jiwa dari konvensi-konvensi hukum moralitas yang telah disepakati dapat berhasil mengawal hubungan ummat manusia di dunia ini?. Pertanyaan tersebut lebih pada bersifat illusinasi yang sulit ditemukan jawabannya. Tidak pernah terjadi kekurangan aturan-aturan moralitas di dalam kitab-kitab dan hukum-hukum yang berlaku di dunia ini. Bahkan dunia telah membuat konvensi-konvensi internasional yang berbasis Hak Azasi Manusia. Secara praktis, pada setiap konstitusi dari setiap negara, idealisme moral menjadi catatan yang melingkupinya. Akan tetapi yang muncul justru berbagai kemunafikan, ia menetapkan sesuatu hukum moralitas akan tetapi yang dilaksanakan justru yang sebaliknya. Membuat aturan-aturan A yang dikerjakan adalah B, seolah aturan moral hanya diperuntukkan bagi orang lain dan dikecualikan dirinya sendiri. Al-Qur’an tidak melihat adanya pemisahan dan keterputusan antara pribadi siapapun dengan peran dan keberadaannya di dalam hukum. Kiranya mengkaji bidang hukum apapun haruslah ditampakkan benang merah yang menghubungkan antara peran individu dan penegakan hukum dibalik moralitas tersebut. Tanpa adanya upaya untuk mengkolerasikan antara keduanya, akan menghasilkan aturan yang sekuler dan dikhotomis. Akibat dari padanya pun agaknya sudah cukup lama kita buat atura-aturan, dan sebegitu lama pula cukup membuat manusia menderita. Al-Qur’an tidak hadir dengan teori-teori akhlak yang rumit dan pelik, sebagaimana yang sebagian orang beranggapan sebagai agama yang radikal. Al-Qur’an hanya menunjukkan mana yang haq (benar) dan mana yang bathil (salah). Al-Qur’an disertai dengan contoh konkrit dan praktis dengan menunjuk figure yang memperbuatnya sehingga lebih praktis dan realistis. Bahkan seluruh nilai-nilai yang terkandung di dalamnya telah teruji cobakan dalam sejarah peradaban ummat manusia. Praktek kehidupan Rasul adalah jabaran moral Al-Qur’an, sedang Al-Qur’an adalah gamabaran tentang akhlak Rasul, sebagaimana jawaban Aisyah, istri beliau ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah. Beliau menjawab: “Akhlak Rasulullah adalah Al-Qur’an”. Al-Qur’an berorientasi pada yang benar bukan hanya baik, apalagi sekedar dikotomi ummat manusia. Karenanya sejak lembar pertamanya Al-Qur’an sudah menyatakan bahwa seluruh kandungannya bernilai pasti, benar, dan tidak sedikitpun yang meragukan. Berpuluh-puluh ayat yang lain dalam Al-Qur’an memproklamirkan dirinya hanya untuk kebenaran mutlak (haq) tanpa sedikitpun cacat atau salah. Penegasan demikian tentunya bukan saja wajar, melainkan perlu, penting, dan harus ditegakkan hukum dalam moral itu setegak-tegaknya dan sebenar-benarnya. Sebab, moral hadir sebagai alat penyeimbang antara individu yang satu dengan individu yang lain. Antara sekelompok orang dengan kelompok yang lain, antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, dan antara satu bangsa dengan bangsa yang lain. MENTALITAS BANGSA Bicara soal mentalitas (mind-set) sebagaimana diungkapkan Ningrum (2007), berarti juga bicara soal cara berfikir, tabiat ataupun watak. Ketiganya akan memegang peranan penting dalam mewujudkan cita-cita perdamaian dunia. Manusia dilahirkan memiliki kelebihan dengan makhluk lain yang namanya akal pikiran, tabiat, ataupun watak. Berbeda dengan makhluk lain yang hanya memiliki naluri tanpa memiliki akal pikiran, tabiat ataupun watak. Akan tetapi tidak jarang manusia justru kurang menggunakan akal pikirnya tetapi hanya menggunakan nalurinya. Akibatnya, tabiat dan wataknya pun lebih menunjukkan eksklusif dan rasa superior. Peradaban modern tidak dimotori oleh seberapa besar penguasaan terhadap ideologi dan kekuasaan ataupun homogenitas yang bisa dipaksakan. Melainkan oleh mindset atau tata pikir komunitas, kelompok, atau individu-individu itu sendiri. Peradaban modern yang menyadari keniscayaan pluralitas masyarakat manusia. Kesadaran ini diwujudkan oleh kesudian untuk mengakui dan menghormati keberadaan kelompok atau komunitas lain dengan semangat kesetaraan derajat manusia (egality) di hadapan Allah. Perbedaannya hanyalah tingkat ketaqwaan seseorang kepada Allah. Dan hanya Allah yang Maha Mengetahui siapa yang paling bertaqwa diantaranya. Bukan hidup berdampingan yang eksklusif dan rasa superior yang seringkali menimbulkan sikap-sikap tidak fair terhadap kelompok komunitas yang lainnya. Atas dasar itu, peradaban modern membutuhkan suatu kemauan dan kemampuan mengakui dan menghargai pluralitas yang didasari pada kesetaraan derajat manusia (egality) di hadapan Allah. Saat ini kita berada pada blok-blok kekuatan besar, yang masing-masing berkehendak untuk memperluas pengaruh ideologi yang satu dengan yang lainnya. Mungkin ini adalah bagian dari pemahaman konsep-konsep teori kekuasaan yang keliru. Melalui berbagai cara yang dianggap layak pun ditempuh dalam menanamkan ideologi atau kekuasaan. Yang kuat ingin menelan yang lemah apakah itu diantara negara-negara, diantara komunitas-komunitas maupun diantara individu-individu. Oleh karenanyalah, mental peradaban manusia itu sendiri tak dapat banyak berperan dalam komunitasnya sendiri. Akibatnya, memperoleh keuntungan faham dan ideologi serta nilai status saja yang didapatkan dari berbagai perseteruan yang terjadi. Mereka seolah lupa dengan yang dijelaskan dalam peribahasa ”Kalah jadi abu, menang jadi arang”. Padahal peradaban modern membutuhkan menang-menangan bukan kalah menagnya. Persoalannya adalah kapankah kesadaran mental spiritual ummat manusia di bumi pertiwi ini dapat dibangkitkan kembali?. Jawabannya ringkas dan sederhana saja, yaitu diawali pada tataran masyarakat itu sendiri ketika memiliki moral dan mental yang baik. KESIMPULAN Moralitas dan mentalitas yang baik, kokoh dan konsisten hanya akan muncul dari pribadi yang senantiasa merasakan kehadiran Allah bersamanya. Al-Qur’an menuntun hati nurani dan naluri ummat di samping juga sebagai hukum positif yang harus dipatuhi. Setiap orang pasti ingin merasakan kenikmatan dalam beragama, berbangsa, dan bernegara sesuai dengan apa yang diyakininya tanpa dipaksakan, dicegah, direduksi atau dilarang. Simplikasinya adalah hormati keberadaan kelompok atau komunitas lain dengan semangat kesetaraan derajat manusia (egality) di hadapan Allah. Siapapun bebas untuk mengekspresikan hubungannya dengan Tuhannya, sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku dimana dia hidup. Kita inilah pengemban amanat Allah yang sebenarnya sadar akan tugas dan fungsi kita yang harus tunduk kepada-Nya (Syairi, 2009) Begitulah memang misi dan tujuan utama kehadiran Al-Qur’an dan Nabi besar Muhammad SAW, dalam sabdanya: “Aku diutus semata-mata hanya untuk mewujudkan pribadi yang berakhlak mulia lagi paripurna”. Kiranya pribadi-pribadi yang bermoralitas dan bermental baik sedemikian rupa sangat dibutuhkan mengahadapi perseteruan di bumi Allah ini. Peluang dan sekaligus tantangan ini tentunya harus dijawab oleh kita semua. Mampukah kita mengaktualisasikan moralitas dan mentalitas ummat muslim yang hakiki?. Kita semua adalah pemimpin, setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawabannya.. Kita buktikan bahwa kita ini adalah militan-militan Khairu Ummah yang akan mewujudkan Rahmatallil’alamin. Alumni STAI-Serdang Lubuk Pakam sebagai bagian dari bangsa ini, tentu bukan saja yang paling berkepentingan terhadap bangsa ini, melainkan juga yang harus bertanggungjawab atas kebenaran arah, amanah, dan keharmonisan ummat manusia di negeri ini. Keharmonisan suatu bangsa dan Negara tidak mungkin akan terbina tanpa peran dan fungsi pelaku-pelaku intelektual muda yang bermoral dan bermental terpuji dan handal. Oleh karena itu, Alumni STAI-Serdang Lubuk Pakam menjadi teladan dalam Membongkar Moralitas dalam Membangun Mentalitas Bangsa Demikianlah sekelumit orasi ilmiah yang dapat kami ulas dalam kesempatan ini, kiranya kita dapat memahami dan kembali kepada pentingnya moralitas dan mental yang hakiki untuk kita jadikan anutan dan acuan dalam rangka terwujudnya Baldatun Thoyyibatun Warabbul Gahfur, Amin. DAFTAR BACAAN Syairi, M. (2009). Al-Qur’an, Manusia, dan Moralitas. Suara Komunitas: 14 Oktober 2009. http://www.suarakomunitas.net/?lang=id&rid=21&id=4790 Muba, Wang. (2009). Teori Perkembangan Moral. Artikel: 16 Februari 2009 (http://wangmuba.com/2009/02/16/teori-perkembangan-moral-kohlberg/) Ningrum. (2007). Masalah Mendasar adalah Mentalitas Bangsa. Artikel: 09 September 2007. http://perempuannya.wordpress.com/2007/09/09/masalah-mendasar-adalah-mentalitas-bangsa/ Alarief. (2009). Cara Membangun Mentalitas Berkelimpahan Untuk Mencapai Sukses. Artikel: 15 Juli 2009. http://alarief.com/cara-membangun-mentalitas-berkelimpaha-untuk-mencapai-sukses.htm BIO DATA PENULIS SIREGAR, TIKWAN Lahir di Pagarantonga pada tanggal 09 Juli 1972, anak dari Pasangan Tabiran Harahap dan Baginda Siregar, anak ke tiga dari sepuluh bersaudara. Menamatkan Sekolah Dasar (SD) di Tapanuli Selatan pada tahun 1985, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Tapanuli Selatan pada tahun 1988, Sekolah Menengah Atas (SMA) Jurusan Ilmu-ilmu Sosial di Tapanuli Selatan pada tahun 1991. Kemudian menyelesaikan studi di PGSD D2 FIP IKIP MEDAN Program Studi Guru Kelas pada tahun 2006. Pada tahun 1997 melanjutkan pendidikan Program Strata 1 (S1) pada Universitas Muslim Nusantara Medan mendalami Pendidikan Kewarganegaraan dan dinyatakan lulus pada tahun 2000. Tiga tahun kemudian (Tahun 2003) melanjutkan Pendidikan Program Pascasarjana (S2) pada Universitas Negeri Medan (UNIMED) mendalami bidang Administrasi Pendidikan dan dinyatakan lulus pada tahun 2006. Pekerjaan yang pernah digeluti antara lain: Guru Sekolah Dasar Negeri 104277 Tanah Merah, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang (1996 s.d. 2000). Kemudian dipindah tugaskan ke Sekolah Dasar Negeri 101900 Lubuk Pakam, Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang (2000 s.d. 2006). Pada tahun 2007 dipindah tugaskan ke struktural menjadi salah satu Staff pada Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kab. Deli Serdang sampai dengan sekarang. Disamping sebagai Guru Sekolah Dasar dan Staff Dinas, juga menjadi Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Serdang Lubuk Pakam (2003 s.d. Sekarang). Pada tahun 2008 dipercaya sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Tinggi Agama Islam Serdang Lubuk Pakam sampai dengan sekarang. Organisasi yang diikuti anatara lain: Ketika masih mahasiswa, Aktif dalam Organisasi Kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Organisasi Kemahasiswaan lainnya. Ketika menjadi Guru SD dipercaya sebagai Ketua Panitia Hari Besar Islam (PHBI) Guru-Guru SD Kecamatan Lubuk Pakam (2004 s.d. 2008). Bidang kemasyarakatan dipercaya sebagai Wakil Sekretaris Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Deli Serdang (2005 s.d. 2010), dan salah satu anggota seksi pada Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Deli Serdang. Publikasi Ilmiah yang penting anatara lain: Penelitian tentang Korelasi Anatara Profesionalisme Guru terhadap Keberhasilan Pembelajaran di SMA Negeri 1 Galang (2000). Penelitian tentang Analisis dan Pengembangan Pola Distribusi Guru Sekolah Dasar di Kabupaten Deli Serdang (2006). Orasi Ilmiah Wisuda Sarjana XVI Mahasiswa STAI-Serdang Lubuk Pakam Pada tanggal, 31 Oktober 2009, yang berjudul: Pendekatan Hukum dan Moralitas dalam Membangun Mentalitas Bangsa. Dan berbagai artikel dan jurnal yang pernah dimuat pada Media Surat Kabar dan Jurnal, seperti: Pembelajaran Benua Australia dengan Teknik Menyanyi (Dirjen PMPTK, 2005). Menangani Peserta Didik Bermasalah dengan Pendekatan Situasional (Dirjen PMPTK, 2006). Memaknai Hari Pendidikan Nasional (Surat Kabar “Indonesiaku”, Mei 2006). Menjadi Guru Profesional dalam Perspektif UU No. 14 Tahun 2005 (Surat Kabar “Indonesiaku”, Juni 2006). Menggagas Pendidikan Masa Depan (Surat Kabar “Indonesiaku”, Juli 2006). Makna Pemilihan Guru Berpretasi (Surat Kabar “Indonesiaku”, Oktober 2006). Kepemimpinan Pendidikan (Surat Kabar “Indonesiaku”, dan Jurnal Pendidikan “STAI-S” Oktober 2006). Angggaran Pendidikan Mestinya Minimal 20 % (Surat Kabar “Indonesiaku”, Desember 2006). Multi Kecerdasan dalam Kepemimpinan Pendidikan (Jurnal STAI-S, Juli 2006). Beberapa Karya Tulis Lainnya pada Buletin STAI-S Lubuk Pakam. Menikah dengan Suria Bulan Harahap pada tahun 1997 dan telah dikaruniai tiga orang anak yakni: Tia Novida Siregar (duduk di kelas 5 SD), Apik Syahmi Siregar (duduk di kelas 3 SD), dan Tia Ainun Siregar (usia 10 Bulan). Lubuk Pakam, 31 Oktober 2009

2 comments:

Unknown said...

Orasi ilmiahnya bagus

Unknown said...

Assalamu'alaikum wr. wb.

Pak kapan bisa datang ke STAI Serdang, ada jadwal untuk supervisor buat bapak, mohon komfirmasinya

Post a Comment

by : 2008